![]() |
foto ilustrasi oleh : lurahpawon |
"...Akui saja bahwa kamu penakut, tak segarang kaos band, sepatu, jaket, spike, dan macam-macam atribut yang kau kenakan..."
Serba -serbi pilihan dan keadaan, serba-serbi pukulan dan tekanan, bertubi-tubi konflik di dalam diriku dan dirimu. Dibawah purnama bulan ‘Ruwah’ di ruangan kurang dari 3x2 meter persegi, tak ada bir, tanpa tawa, hanya rokok putih murahan dan track favorit dari play list portal musik gratisan aku meratap dalam dan bertanya dalam hati “dimana mereka? Dimana tawa? Dimana mulut-mulut dan gerak masa indah itu? Kenapa waktu harus bergulir sedemikian rupa? Dan bagaimana denganku? Sungguh aku bosan. Aku bosan dengan siklus klise dalam lingkaran ini. Kawan-kawanku pergi satu persatu dengan alasan yang muak untuk ku dengar. Melanjutkan sekolah, kerja, menikah, dan macam-macam jalan menuju yang katanya masa depan, persetan! Kenapa itu harus terjadi? Kenapa harus menjadi pilihan pasti? Kenapa kita tidak bisa menjadi remaja selamanya? Siapa yang menuntut dan menentukan akan menjadi seperti apa kita? Bukankah masa muda sangatlah menyenangkan? Lantas kenapa harus menua? Baik, mungkin aku bisa menerima, atau paling tidak belajar untuk menerima bahwa semua harus berproses, menua, dan mati. Tapi kita belum selesai, kita masih jauh dari itu, kau dan aku masih belum melakukan sesuatu yang berarti untuk menyelesaikannya. Kita masih sangat payah kawan!
Jika
boleh usul, sebenarnya masalah di lingkaran kita atau yang biasa disebut skena,
komunitas, kolektif, atau apapun itu, yang membuat banyak dari kita hengkang
untuk mengejar hidup yang lebih baik lalu hanya menyisakan beberapa yang
mencoba bertahan sambil tertatih. Masalah kita sederhana, kita tak bisa saling
menghidupi, kita tak bisa saling berkontribusi, baik secara spirit maupun
finansial. Jujur saja, kamu terpengaruh oleh lingkungan, orang tua, atau
mungkin pacarmu, untuk melayakkan hidup seperti yang kebanyakan orang lakukan.
Lalu apa artinya kau berteriak ‘fuck the world’ di umur 17 kalau hanya untk kau
tinggalkan 5 tahun kemudian? Atau bahkan lebih cepat dari itu. Akui saja bahwa
kamu penakut, tak segarang kaos band, sepatu, jaket, spike, dan macam-macam
atribut yang kau kenakan. Coba bayangkan saja jika kita bisa saling dukung,
jika kau mendukung teman satu tongkronganmu untuk memulai usaha mandiri, untuk
membuka warung, menjalankan record label, membuka studio musik, studio
menggambar, memulai berjualan merchandise, atau apapun itu. Intinya bagaimana
kita bisa membangun ekonomi yang massif dalam lingkaran kita ini, hingga kita
bisa mewujudkan cita-cita masa muda kita untuk tetap bisa tertawa dan
mendengarkan punk rock sampai usia tua, sampai orang-orang mayoritas melihat
bahwa kita tidak menjadi jatuh miskin akibat mendengarkan, bermain, dan hidup
di dalam skena punk rock. Tapi usulku ini tentu bukanlah ide yang baik apalagi
bijak. Aku hanyalah pemabuk dan pemimpi kelas teri dari trotoar timur
perempatan.
Harus
kuakui bahwa untuk survive menjadi punkers di Indonesia apalagi di kampung, di
desa seperti tempatku tinggal ini sangatlah susah, baik sebagai band, zine
maker, produsen merchandise, atau menjadi pelaku apapun dalam skena punk disini
sangatlah susah, apalagi yang masih ngotot untuk memegang teguh etos Do It
Yourself. Maka tak heran jika yang bertahan pada akhirnya adalah mereka yang
melacurkan diri atau bisa dibilang sell
out. Bayangkan band yang baru nongol ke permukaan, yang baru merilis
beberapa karya atau bahkan belum pernah rekaman, mereka dengan sadar mengemis
untuk bermain di acara clothing, acara rokok, dan acara-acara pemodal besar
lainnya, dengan fee manggung yang menurutku sangat tidak pantas. Memang siapa
yang tak mau band-nya menjadi besar, terkenal, dan bisa hidup dari apa yang
dikerjakan dengan suka-suka atau hobi? Tapi untuk besar tak perlu menjadi
pelacur bukan? Aku juga mau dan akan senang jika band-ku menjadi besar, bisa
untuk hidup dan menghidupi, tapi aku punya cara lain untuk menggapainya. Bukan
aku anti dengan acara clothing, acara rokok, dan acara besar (baca;korporat)
lainnya, walaupun sampai saat ini aku belum pernah menyentuh panggung-panggung
itu, silahkan kalian bilang bandku gak laku, jikalaupun aku akan bermain di
panggung-panggung seperti itu aku akan meminta bayaran yang besar, akan
kubelikan bir, vodka, ganja, pil, dan barang-barang lainnya yang akhir-akhir
ini jarang terbeli karna tak terjangkau lagi, hahaha. Jika promotor atau EO
tidak mau dan memang tidak akan mau membayar bandku dengan mahal (karena kurang
menjual), maaf aku masih bisa sewa alat sendiri atau patungan dengan beberapa
temanku untuk membuat acara sendiri.
Setahuku, Punk Rock pada awalnya ya memang sebuah bisnis. Sex Pistols, Ramones, The
Clash, mereka semua masuk major label. Jika ada lirik yang bernuansa
perlawanan, ya itu hanya bumbu, atau memang itu yang ingin ditulis dan sedang
dirasakan, karena sebelum Punk Rock sudah banyak band yang memasukkan
perlawanan fuck ini fuck itu dalam liriknya. Tapi tidak salah juga ketika
lirik-lirik itu ditanggapi serius oleh pendengarnya. Sehingga muncul generasi
selanjutnya yang lebih serius, mempunyai agenda politik, meyakini faham ini dan
itu, menyandang etos ini dan itu. Sama halnya sepertiku, ya terserah untuk
kalian yang memilih untuk melakukan seperti yang kutulis di atas, untuk kalian
yang hanya memainkan punk rock atau hardcore hanya sebatas musik dan bagaimana
menjadi kaya atas itu, aku juga punya jalanku sendiri untuk memainkannya,
bagaimana me-manage-nya, dan bagaimana aku memaknainya di segala lini
kehidupanku.
Kembali
meninjau ke alenia kedua tulisan ini, pekerjaan rumahku atau mungkin PRmu juga
adalah bagaimana kita bisa survive dengan apa yang kita yakini, dengan prinsip
yang terus terjaga, bagaimana skena tetap hidup dan bisa menghidupi tanpa harus
menjadi pelacur. Bagaimana kita menyiasati hidup ketika terbentur dengan
kebutuhan, dengan tuntutan ekonomi, ketika kita melalui fase hidup yang makin
hari tentu makin tak mudah untuk dilalui, bagaimana agar bisa dilalui dengan
mudah dan menyenangkan. Aku tentu tidak tau dan tidak pernah tau besok, apa
yang akan terjadi denganku, apakah aku juga akan melacur, semoga saja tidak,
dan yang paling penting bagiku adalah apa yang kita kerjakan hari ini.
Tulisanku
yang jauh dari baik ini jangan dianggap terlalu serius, ini hanyalah opini
sampah dari punkers kere yang beruntungnya masih enggan untuk menyerah. Akan
sangat bagus sekali jika kalian yang merasa tersinggung dengan yang aku tulis
membuat tulisan tandingan, atau juga bisa berkontak gratis denganku di hakimulaziz31@gmail.com
kalian juga bisa temui aku di instagram dan twitter @lurahpawon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar